Sabtu, 04 Mei 2013
BAB 6 & 7 HUKUM DAGANG
HUKUM DAGANG
A. Pendahuluan
Untuk
memenuhi tugas matakuliah Aspek hukum dalam Ekonomi yang dikatagorikan sebagai
matakuliah softskill kali ini saya akan membahas mengenai Hukum Perikatan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan selalu dipondasi oleh aturan sehingga
terciptanya suatu keamanan. hukum adalah suatu tindakan timbal balik dari apa yang telah kita
lakukan. Tapi apakah kalian sudah pernah mendengar tentang hukum dagang, Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang,
Berlakunya hukum dagang, Hubungan pengusaha dan pembantunya, Pengusaha dan
kewajibannya, Bentuk-bentuk badan usaha, Perseroan terbatas, Koperasi, Yayasan,
Badan usaha milik negara? di sini saya akan membahasnya.
B. Materi
Hukum Perikatan
C. Pembahasan
1. Hubungan
hukum perdata dengan hukum dagang
Menurut
Prof. Subekti, bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap
tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan
hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum
melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD
hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum
terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab
perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
2. Berlakunya hukum dagang
Perkembangan
hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan Eropa (1000/
1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di
Italia dan Perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan
(Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ).
Tetapi pada saat itu hukum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat
menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru di samping
hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku
bagi golongan yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur
perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hukum pedagang ini
bersifat unifikasi.
Karena bertambah
pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum
dagang oleh menteri keuangan dari Raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert
dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun
ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Kemudian
kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di
Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan
adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819
direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak
mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang
timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka
pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD
Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland
1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun
1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland
dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD Indonesia
diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai
berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari
“Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi
(pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1
Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel
Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi
anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis
itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang
tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang
perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale
handelsrechtbanken)(H.M.N.Purwosutjipto, 1987 : 9).
Pada tahun 1906
Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri
sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2
Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena
asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun
KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli
1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini
berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada
kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus
(527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).
3. Hubungan pengusaha dan pembantunya
Di
dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika
perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan
orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Fungsi
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan
Hubungan
hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam
perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH
Perdata.
4.
Pengusaha
dan kewajibannya
Pengusaha
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2
macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
1. Membuat pembukuan
2. Mendaftarkan perusahaannya
5.
Bentuk-bentuk
badan usaha
Secara
garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan
dilihat dari status hukumnya.
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika
dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari :
·
perusahaan perseorangan
·
perusahaan persekutuan
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika
dilihat dari status hukumnya terdiri dari :
·
perusahaan berbadan hukum
·
perusahaan bukan badan hukum
Sementara
itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :
a) Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta terbagi dalam 3
bentuk perusahaan, yaitu :
·
Perusahaan Swasta Nasional
·
Perusahaan Swasta Asing
·
Perusahaan Patungan / campuran
b) Perusahaan Negara
Perusahaan disebut dengan BUMN, yang
terdiri menjadi 3 bentuk, yaitu:
·
Perusahaan Jawatan
·
Perusahaan Umum
·
Perusahaan Perseroan
6. Perseroan terbatas
Perseroan
terbatas (PT) adalah badan usaha yang modalnya diperoleh dari hasil penjualan
saham. Setiap pemengang surat saham mempunyai hak atas perusahaan dan setiap
pemegang surat saham berhak atas keuntungan (dividen).
7. Koperasi
organisasi
bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan
bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
8. Yayasan
Yayasan
adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan
didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001,
yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum
wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu.
Kriteria
suatu yayasan sebagai berikut:
·
Yayasan terdiri atas kekayaan yang
terpisahkan
·
Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk
mencapai tujuan yayasan
·
Yayasan mempunyai tujuan tertentu
dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
·
yayasan tidak mempunyai anggota
Pembubaran
yayasan
Yayasan
dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu
dapat bubar atau dibubarkan karena :
a. Jangka
waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b. Tujuan
yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c. Putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
9. Badan usaha milik negara
Badan
usaha yang permodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah.
Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan
pegawai negeri. BUMN sendiri sekarang ada 3 macam yaitu Perjan, Perum dan
Persero.
Sumber :
− Jaggerjaques.blogspot.com/2011/05/hubungan-hukum-perdata-dengan-hukum.html
BAB 5 HUKUM PERJANJIAN
HUKUM
PERJANJIAN
A.
Pendahuluan
Untuk memenuhi tugas matakuliah Aspek hukum dalam Ekonomi
yang dikatagorikan sebagai matakuliah softskill kali ini saya akan membahas
mengenai Hukum Perjanjian. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan selalu dipondasi
oleh aturan sehingga terciptanya suatu keamanan. hukum adalah suatu
tindakan timbal balik dari apa yang
telah kita lakukan. Tapi apakah kalian sudah pernah mendengar tentang hukum
perjanjian, standar kontrak, macam-macam perjanjian, syarat sahnya perjanjian,
saat lahirnya perjanjian dan pembatalan dan pelaksanaan suatu perjanjian? di
sini saya akan membahasnya.
B.
Materi
Hukum Perjanjian
C.
Pembahasan
1. Standar Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua, yaitu:
a) Kontrak standar umum
kontrak yang
isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
b) Kontrak standar khusus
kontrak standar
yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan
sepihak oleh pemerintah.
Jenis-jenis kontrak standar
- Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh
produsen/kreditur;
b. kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih
pihak;
c. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak
ketiga.
- Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a. kontrak standar menyatu;
b. kontrak standar terpisah.
- Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara lain:
a. kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat
ditanda-tangani kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan.
2. Macam-Macam
Perjanjian
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan
perjanjian dengan beban
2). Perjanjian sepihak dan
perjanjian timbal balik
3). Perjanjian konsensuil, formal
dan, riil
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
3. Syarat
Sah Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, syarat sahnya suatu
perjanjian harus memenuhi 4 syarat, yaitu :
- syarat- syarat subyektif
a. Sepakat untuk
mengikatkan diri
b. Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian.
- Syarat-syarat objektif
a. Suatu hal
tertentu
b. Sebab yang
halal
4. Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
- Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang
membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh
salah satu pihak biasanya terjadi karena;
a) Adanya suatu
pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu
yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
b) Pihak pertama
melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara
financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
c) Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
d) Terlibat Hukum.
e) Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan
perjanjian.
- Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan
ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan
perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah
satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban
yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.
Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian
tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Sumber :
Langganan:
Postingan (Atom)